Pengertian Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme (KKN)

Diposting pada

korupsi-kolusi-dan-nepotisme-kkn

Pengertian Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme (KKN)

KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) merupakan sebuah tindakan yang sudah membudaya di Indonesia bahkan sejak jaman Penjajahan Belanda hingga saat ini. Banyak sekali terjadi KKN di lingkungan pejabat pusat maupun daerah dan setingkatnya. Rakyat akan semakin menderita karena uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan bersama diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Secara tidak langsung KKN adalah suatu penyakit sosial dimana pelakunya menyalahgunakan wewenagnya untuk terus mengambil keuntungan dari uang dan tenaga rakyatnya dan dengan mudahnya di limpahkan kepada pihak lain yang segolongan.


Berbagai upaya terus dilakukan dalam proses pemberantasan KK.N Seharusnya perlu ditanamkan secara kuat kepada masyarakat tentang apa itu KKN, apa saja landasan hukum Indonesia yang mengatur KKN agar dapat secara bersama mengontrol jalannya pemerintahan. Tentunya peran serta pemuda, masyarakat dan pemerintah dalam menaggulangi sekaligus mencegah penyakit sosial ini. sOleh karena itu, Masyarakat Indonesia baru harus dapat keluar dari sikap ini dengan membuang KKN dalam membangun masyarakat Indonesia secara lebih menyeluruh, lebih terbuka, lebih demokratis, dan lebih mandiri.


Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) (selanjutnya disebut KKN) saat ini sudah menjadi masalah dunia, yang harus diberantas dan dijadikan agenda pemerintahan untuk ditanggulangi secara serius dan mendesak, sebagai bagian dari program untuk memulihkan kepercayaan rakyat dan dunia internasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Transparensy International menggunakan definisi korupsi sebagai : “menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi” (Pope, 2003 : 6). Dalam definisi tersebut, terdapat tiga unsur dari pengertian kurupsi, yaitu :

  1. Menyalahgunakan kekuasaan ;
  2. Kekuasaan yang dipercayakan (yaitu baik di sektor publik maupun di sektor swasta), memiliki akses bisnis atau keuntungan materi;
  3. Keuntungan pribadi (tidak selalu berarti hanya untuk pribadi orang yang menyalahgunakan kekuasaan, tetapi juga anggota keluarganya dan teman-temannya).

Istilah korupsi berasal dari perkataan latin “coruptio” atau “corruptus” yang berarti kerusakan atau kebobrokan (Focus Andrea dalam Prodjohamidjojo, 2001 : 7). Pada mulanya pemahaman masyarakat tentang korupsi mempergunakan bahan kamus, yang berasal dari bahasa Yunani Latin “corruptio” yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama materiil, mental dan hukum (Nurdjana, 1990 : 77).


Pengertian tersebut merupakan pengertian yang sangat sederhana, yang tidak dapat dijadikan tolak ukur atau standart perbuatan KKN, sebagai tindak pidana korupsi oleh Lubis dan Scott ( 1993 : 19) dalam pandangannya tentang korupsi disebutkan “dalam arti hukum, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut, sedangkan menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap korupsi apabila hukum dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan tersebut adalah tercela”. Jadi pandangan tentang Korupsi masih ambivalen hanya disebut dapat dihukum apa tidak dan sebagai perbuatan tercela.


Korupsi dalam kamus Ilmiah Populer mengandung pengertian kecurangan, penyelewengan/ penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri; pemalsuan (Partanto dan Al Barry 1994 : 375). Beberapa pengertian korupsi menurut John A. Gardiner dan David J. Olson sebagaimana yang dikutip oleh Martiman Prodjohamidjojo (2001 : 8-12) antara lain :


KKN menurut standart yang digunakan untuk memberikan pengertian tindak pidana korupsi secara konstitusional diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 3,4,5 dengan penjabaran :

  1. Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang – undangan yang mengatur tindak pidana korupsi.
  2. Kolusi adalah pemufakatan atau kerjasama secara melawan hukum atau penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.
  3. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kronnya diatas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut KPK (2006) bentuk korupsi ada tujuh macam, yaitu :

  1. Kerugian uang negara
  2. Suap menyuap
  3. Penggelapan dalam jabatan
  4. Pemerasan
  5. Perbuatan curang
  6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
  7. Gratifikasi

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Ciri Negara Hukum Menurut Para Ahli : Pengertian, Contoh dan Penjelasannya


Pengertian Korupsi

Korupsi dalam bahasa Latin disebut corruptio dari kata kerja corrumpere yang memiliki banyak makna seperti busuk, merusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyuap. Korupsi sendiri adalah suatu tindakan pejabat publik, baik politisi, pegawai negeri, yang menyalahgunakan kekuasaannya mengambil atau mengakali hak milik orang lain demi kepentingannya sepihak sehingga dapat merugikan banyak kalangan masyarakat


Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar terdiri dari beberapa unsur berikut :

  • perbuatan melawan hukum,
  • penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
  • memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
  • merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
  • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
  • penggelapan dalam jabatan,
  • pemerasan dalam jabatan,
  • ikut serta dalam pengadaan
  • menerima gratifikasi

Dalam arti yang luas, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan resmi untuk keuntungan pribadinya sendiri.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Konsep dan Penerapan Hukum Archimedes Lengkap

Pengertian Kolusi

Kolusi adalah suatu perbuatan yang tidak jujur atau kecurangan dalam melakukan kesepakatan khusus secara diam-diam atau tersembunyi dengan melakukan penyuapan sebagai pelancar atau pelicin agar segala urusannya bisa berjalan lancar tanpa hambatan.

Contoh dari kolusi :

  • Penyuapan agar diterima menjadi PNS
  • Penyuapan dalam mencuci nilai rapor sekolah
  • Penyuapan agar diterima di sekolah negeri favorit

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Struktur Teks Ekposisi Yang Perlu Anda Ketahui


Pengertian Nepotisme

Kata nepotisme berasal dari bahasa Latin yaitu Nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”.
Karena itu, jika kesimpulan Nepotisme adalah sikap pilih kasih dengan lebih memperhatikan anak dan saudara, atau orang yang paling dekat dalam segala hal maka tidak melihat nilai atau kemampuan seseorang yang tidak dekat dengannya. Preferensialisme biasanya identik dengan orang dewasa seperti pejabat, direktur, dan sebagainya.

Contoh dari Nepotisme : Seorang Gubernur mengangkat semua anggota keluarganya menjadi penjabat pemerintahan di provinsi yang dipimpinnya , sehingga tdak menilai para orang yang lebih layak berda di posisi itu.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Teori Hukum Hooke Dan Pengaplikasiannya Lengkap


Landasan Hukum KKN di Indonesia

Keseriusan pemerintah untuk memberantas korupsi di Indonesia tidak diragukan lagi. Hal ini dibuktikan dengan beberapa peraturan yang tujuannya untuk memberantas korupsi di Indonesia. Peraturan perundangan yang merupakan instrumen-instrumen hukum yang menjadi landasan pemberantasan korupsi di Indonesia antara lain sebagai berikut:

  • Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN);
  • Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN);
  • Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  • Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 1,ZI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaaan Kekayaan Penyelenggara Negara;
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1999 tentang Persyaratan Tata Cara Pengangkartan Serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa;
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggara Negara.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Definisi Hukum Menurut Para Ahli Lengkap | Ayoksinau.com


Perilaku Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme (KKN)

Perilaku KKN pada masa orde baru:

  1. CEPA Internasional berhasil memenangi tender Proyek Listrik Tanjung Jati B senilai US$ 1,77 miliar dan kemudian juga memenangi tender Proyek Listrik Tanjung Jati C dengan cara agak akrobatik. Pada saat memenangi tender anggota konsorsiumnya adalah CEPA Hongkong dan PT International Manufacturing  Producer Association (Impa) Energy-milik pelobi ulung Djan Faridz yang dikenal dekat dengan Mbak Tutut (Siti Hadijanti Rukmana) (Rafick,2007:140). Kedekatan Djan Faridz dengan salah satu putri Soeharto dimungkinkan akan mempermudah dia memperoleh proyrek-proyek dari pemerintah.
  2. Pada 1996, BUMN PT Kertas Leces mengalihkan garapannya dari memproduksi kertas koran ke produksi kertas HVS. Padahal kertas koran memiliki pangsa pasar dan pertumbuhan pasar yang jauh lebuh besar dibanding kertas HVS. Setelah Leces meninggalkan lapangan, Aspex Paper milik Bob Hasan yang notabene orang dekat Soeharto mengambil alih tempatnya, sehingga 80% kebutuhan dalam negeri akan kertas koran kemudian dipenuhi Aspex. Banyak kalangan menduga Leces sengaja mengalihkan bidang garapannya ke HVS, bila tak mau disebut dipaksa, untuk memeberi jalan kepada Aspex menguasai pasar kertas koran (Rafick,2007:153). Peran pemerintah dalam alih jenis produksi Leces dimungkinkan sangat besar. Hal ini karena Bob Hasan memeiliki hubungan baik dengan Soeharto.
  3. Ari Sigit, cucu presiden lengser Soeharto misalnya, tercatat mendapatkan dana bujagi (bunga jasa giro) dengan cara halus. Mulanya Dephutbun melalui Keppres diminta menempatkan dana Rp 80 miliar di Bapindo dan BNI untuk jangka waktu 7 tahun. Dana itu kemudian dipinjamkan kedua bank plat merah tersebut kepada Ari Sigit untuk usaha pupuk urea tablet (Rafick,2007:162)

Perilaku KKN dalam kehidupan sehari-hari:

  1. Korupsi waktu, saat mahasiswa mendapat materi dari dosen, namun sebelum jam kuliah selesai , dosen sudah mengakhiri kelas sebelum waktu yang seharusnya dengan alasan yang tidak jelas.
  2. Korupsi uang kas , saat diberi amanah memegang kas, mahasiswa menggunakan kesempatan itu untuk mengambil keuntungan dengan penyelewengan dana yang didapat.
  3. Pedagang yang mengurangi takaran timbangan.
  4. Bersekongkol untuk mengerjai teman (kolusi).
  5. Kebakaran hutan yang terjadi di Sumatra dan Kalimantan terjadi karena adanya persekongkolan antara pihak perusahaan yang akan membuka lahan dan pemerintah daerah. Akibatnya, masyarakat terkena dampak kabut asap yang dapat mengganggu kesehatan. Persekongkolan antaraperusahaan dan pemerintah itu di sebut kolisi karena mereka telah merugikan masyarakat banyak.
  6. Membantu keluarga atau teman kerja yang ingin memasuki instansi kerja kita, hal ini termasuk contoh nepotisme.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Hukum Bisnis & Fungsinya | Ayoksinau.com


Peran Pemuda dalam Pemberantasan KKN

Pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya menjadi tangungjawab penegak hukum saja tapi juga menjadi tanggungjawab setiap elemen masyarakat khususnya kaum muda yang merupakan generasi penerus bangsa dan Negara. Peranan pemuda dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia sangatlah penting peranannya. Pemuda merupakan the high human capital of Indonesia untuk masa depan Indonesia merdeka, oleh karena itu, kaum pemuda (young) harus mulai mengambil peran dalam setiap usaha pembangunan bangsa dan Negara, khususnya usaha pemberantasan korupsi untuk menciptakan Indonesia yang bersih dari KKN dan untuk Indonesia yang lebih baik.


Ada tiga aspek penting dalam usaha pemberantasan KKN di Indonesia yaitu:

  1. Aspek penindakan yaitu berupa penyelidikan, penuntutan, dan pemidanaan terhadap koruptor yang merupakan ranah dan tanggungjawab penegak hukum, baik KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan yang kesemuanya diberikan kewenangan oleh Negara untuk melakukan hal itu.

  2. Aspek penindakan yaitu aspek yang sangat erat kaitannya dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan, dengan sistem pemerintahan yang lemah maka akan memberikan kesempatan kepada penyelenggara Negara untuk melakukan perbuatan KKN, dan begitu juga sebaliknya dengan sistem pemerintahan yang kuat maka akan menutup kesempatan penyelenggara Negara untuk melakukan perbuatan KKN.


  3. Aspek pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha pemeberantasan KKN di Indonesia, karena hanya dengan pendidikan penanaman karakter anti KKN kepada masyarakat khususnya pemuda dapat ditanamkan. Di sinilah kaum muda dapat mengambil peranan dalam pemberantasan KKN, mereka harus menuntut ilmu dengan giat kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan terhadap hasil pendidikannya dapat dilakukan sejak dini, misalnya dengan melakukan aksi-aksi sosial, baik dalam bentuk kerja bakti terhadap masyarakat atau dengan aksi demonstrasi untuk menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Dengan begitu maka pemuda dapat membawa perubahan terhadap bangsa dan Negara, karena di situlah kekuatan pemuda berada, oleh karena itu tidak ayal jika mengakatakan bahwa pemuda merupakan the agent of change.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Negara Beserta Fungsi dan Tujuan


Dampak Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme (KKN)

Perkara Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang banyak menimpa para pejabat, baik dari kalangan eksekutif, yudikatif maupun legislatif menunjukkan tidak hanya mandulnya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan nepotisme, tetapi juga semakin tidak tertibnya nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat. Kasus korupsi yang diduga melibatkan para menteri, mantan menteri, gubernur, mantan gubernur, bupati, mantan bupati dan lain sebagainya menunjukkan bahwa para pejabat negara yang diharapkan menjadi tauladan bagi masyarakat luas mengenai tertib hukum dan tertib sosial, ternyata justru mereka yang harus duduk dikursi pesakitan dengan tuntutan tindak pidana korupsi. Kasus Bulog dan kasus dana non bugeter DKP yang begitu kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara pelaku korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di negara yang berupaya mewujudkan good goverment and clean goverment sebagai salah satu cita-cita reformasi.

Adapun dampak-dampak yang timbul akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini adalah :

Dampak Kualitatif Korupsi Terhadap Perekonomian

Korupsi mengurangi pendapatan dari sektor publik dan meningkatkan pembelanjaan pemerintah untuk sektor publik. Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai defisit fiskal yang besar, meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi membedakan kesempatan individu dalam posisi tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas pemerintah pada biaya yang sesungguhnya ditanggung oleh masyarakat. Ada indikasi yang kuat, bahwa meningkatnya perubahan pada distribusi pendapatan terutama di negara negara yang sebelumnya memakai sistem ekonomi terpusat disebabkan oleh korupsi, terutama pada proses privatisasi perusahaan Negara. Lebih lanjut korupsi mendistorsi mekanisme pasar dan alokasi sumber daya dikarenakan:

  1. Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan, misalnya, pada perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan mendorong terjadinya inefisiensi.
  2. Korupsi mendistorsi insentif seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang produktif menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya menyumbangkan negatif value added.
  3. Korupsi menjadi bagian dari welfare cost memperbesar biaya produksi, dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga berakibat pada kesejahteraan masyarakat yang turun.
  4. Korupsi mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya). Pada akhirnya hal ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
  5. Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi dalam kasus Indonesia.

Dampak Korupsi pada Perekonomian Anahsa Ekonometrika

Beberapa tahun terakhir, banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan angka indeks korupsi untuk melihat hasilnya pada variabel — variabel ekonomi yang lain. Beberapa hasil penelitian tersebut adalah

  1. Korupsi Mengurangi Nilai Investasi. Korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk menanamklanmodalnya di Indonesia dan lebih memilih menginvestasikannya ke negara-negara yang lebih aman seperti Cina dan India. Sebagai konsekuensinya, mengurangi pencapaianactual growth dari nilai potential growth yang lebih tinggi. Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya. ini berdampak pada menurunnya growth yang dicapai. Studi didasarkan atas analisa fungsi produksi dimana growthadalah fungsi dari investasi.
  2. Korupsi Mengurangi Pengeluaran pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan. Akibat korupsi pendapatan pemerintah akan terpangkas bahkan lebih dari 50%, sebagai contoh kasus dugaan korupsi Presiden Soeharto yang tidak kunjung kelar yang di sinyalir menggelapkan uang negara sekitar 1,7 triliun. Agar pengeluaran pengeluaran pemerintah tidak defisit maka di lakukan pengurangan pengeluaran pemerintah.
  3. Korupsi mengurangi pengeluaran untuk biaya operasi dan perawatan dari infrastruktur
    Korupsi juga turut mengurangi anggaran pembiayaan untuk perawatan fasilitas umum.
  4. Korupsi menurunkan produktivitas dari investasi publik dan infrastruktur suatu negara.
  5. Korupsi menurunkan pendapatan pajak. Sebagai contoh kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai golongan 3A, yang menggelapkan pajak negara sekitar Rp 26 miliar. Dengan demikian pendapatan pemerintah dari sektor pendidikan akan berkurang Rp 26 miliar, itu hanya kasus gayus belum termasuk kasus makelar pajak lainnya.

Dampak Korupsi pada sudut pandang lainnya

  1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
  2. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
  3. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
  4. Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidakefisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.

Korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan program-program pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi (2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak  resmi ini bisa mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia, perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap tenaga kerja).


Berdasarkan pendapat para ahli di atas, disimpulkan akibat-akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut :

  1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.
  2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
  3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
  4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi,hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Fungsi Negara Dan Pengertiannya Paling Lengkap


Penanggulangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)

Secara umum akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.


Semangat dan upaya pemberantasan korupsi di era reformasi ditandai dengan keluarnya berbagai produk perundangan-undangan dan dibentuknya institusi khusus, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Harapan terhadap produk-produk hukum diatas adalah praktek sebelum reformasi dapat dibawa kemeja hijau dan uangnya dikembalikan pada negara, sedangkan pada pasca reformasi dapat menjadi suatu usaha preventif. Namun apa yang terjadi dilapangan tidaklah sesuai yang diharapkan. Beberapa kasus dimasa orde baru ada yang sampai kemeja hijau. Walau ada yang sampai pada putusan hakim tapi lebih banyak yang diputuskan atau bahkan hanya sampai pada penyidik dan Berita acara perkaranya (BAP) mungkin disimpan dilemari sebagai koleksi pribadi pengadilan. Kemudian timbul pertanyaan bagaimana hasilnya setelah pasca reformasi? Jawabannya adalah sama saja walaupun sebenarnya dimasa presiden Susilo Bambang Yudoyono genderang perang terhadap korupsi sudah menunjukan beberapa hasilnya, kalau tidak mau disebut jalan ditempat.


Beberapa kasus besar memang telah sampai pada putusan pemidanaan dan berkekuatan hukum tetap. Tapi perkara korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN) ini bukanlah monopoli dari kalangan elit tapi juga oleh kalangan akar rumput walaupun kerugian yang ditimbulkan sedikit. Pertanyaan selanjutnya? Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan bukan pencegahan (preventif). Korupsi ternyata bukan hanya masalah hukum tapi juga budaya, kebiasaan dan kesempatan, moral dan agama. Sehingga menjadi suatu kesalahan besar ketika kita mengatakan bahwa korupsi bisa diberantas sampai keakar-akarnya bila yang dilakukan hanyalah sebatas pemenuhan kebutuhan yuridis. Karena realitasnya semakin banyak peraturan justru korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN) ini akan  semakin meningkat. Indonesia merupakan negara yang berprestasi dalam hal korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan negara-negara lain tertinggal jauh dalam hal ini. Bahkan yang lebih menggelikan lagi ada kalimat yang sudah menjadi semacam slogan umum bahwa Indonesia negara terkorup tapi koruptornya tidak ada. Sepertinya ini sesuatu yang aneh yang hanya dapat terjadi di negeri antah barantah. Selain korupsi, dua kata yang dikaitkan dengannya adalah kolusi dan nepotisme juga merupakan tindak pidana. Tapi apakah selama ini ada perkara yang terkait dengan hal itu.


Muncul pertanyaan apakah dimasukannya dua tindak pidana tadi hanya sebagai produk untuk memuaskan masyarakat saja? Atau memang bertujuan melakukan pemberantasan terhadap kolusi dan nepotisme yang telah masuk kedalam stuktur masyarakat dan struktur birokrasi kita? Kenapa UU No.28/1999 tidak berjalan efektif dalam aplikasinya? Apakah ada error criminalitation? Padahal proses pembuatan suatu undang-undang membutuhkan biaya yang besar dan akan menjadi sia-sia bila tidak ada hasilnya. Dimana sebenarnya letak kesalahan yang membuat tujuan tertib hukum ini justru meningkatkan ketidaktertiban hukum.


Dizaman dimana hukum positif berlaku dan memiliki prinsip asas legalitas yang bertolak pada aturan tertulis membuat hukum dipandang sebagai engine solution yang utama dalam mengatasi banyak permasalahan yang muncul dimasyarakat. Namun dalam realitasnya ternyata hukum hanya sebagai obat penenang yang bersifat sementara dan bukan merupakan upaya preventif serta bukan juga sebagai sesuatu yang dapat merubah kebiasaan dan budaya negatif masyarakat yang menjadi penyebab awal permasalahan.


Permasalahan pokok yang menyebabkan ketidaktertiban hukum ini adalah karena adanya ketidaktertiban sosial. Bila bicara masalah hukum seharusnya tidak dilepaskan dari kehidupan sosial masyarakat karena hukum merupakan hasil cerminan dari pola tingkah laku, tata aturan dan kebiasaan dalam masyarakat. Namun sangat disayangkan hukum sering dijadikan satu-satunya mesin dalam penanggulangan kejahatan dan melupakan masyarakat yang sebenarnya menjadi basis utama dalam penegakan hukum. Jadi jelas bahwa aspek sosial memegang peran yang penting dalam upaya pencegahan kejahatan yang tentunya hasilnya akan lebih baik karena memungkinkan memutus mata rantainya.


Upaya Penanggulangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) :

  1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansipemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
  2. Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
  3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
  4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
  5. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
  6. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense ofbelongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasaperuasahaan tersebut adalah milik sendiri dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.

Pada akhirnya pemerintah mempunyai peran penting dalam penanganan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini sehingga bangsa kita bisa lebih menjadi lebih baik dan lebih maju.