Pengertian dan Jenis Wacana beserta Menurut Para Ahli

Diposting pada

pengertian-wacana

Pengertian Wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.

Istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan. Wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar di gunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi merupakan bentuk kata. Rangkaian kata membentuk frase dan rangkaian frase membentuk kalimat. Akhirnya, rangkaian kalimat membentuk wacana.

Wacana Menurut Para Ahli

  • Menurut James Deese,
    Wacana merupakan seperangkat proposisi yang saling berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan rasa yang kepaduan atau rasa kohesi untuk si penyimak atau pembaca. Kepaduan dan kohesi akan muncul dari isi wacana.
  • Menurut Harimurti Kridalaksana
    wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap dan merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar dalam hierarki gramatikal. (1983:179 dalam Sumarlam, 2009:5).
  • Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:27)
    mengemukakan bahawa wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis.
  • Menurut James Deese
    Dalam karyanya Thought into Speech: the Psychology of a Language (1984:72, sebagaimana dikutip ulang oleh Sumarlam, 2009:6) menyatakan bahawa wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan, iaitu pengutaraan wacana itu.
  • Menurut Fatimah Djajasudarma (1994:1)
    mengemukakan bahawa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.
  • Menurut Hasan Alwi, dkk (2000:41)
    menjelaskan pengertian wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Dengan demikian sebuah rentetan kalimat tidak dapat disebut wacana jika tidak ada keserasian makna. Sebaliknya, rentetan kalimat membentuk wacana karena dari rentetan tersebut terbentuk makna yang serasi.
  • Menurut I.G.N. Oka dan Suparno (1994:31)
    menyebutkan wacana adalah satuan bahasa yang membawa amanat yang lengkap.
  • Menurut Sumarlam, dkk (2009:15)
    menyimpulkan dari beberapa pendapat bahawa wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu.

 Jenis dan Macam Wacana

Dalam perbagai kepustakaan ada di sebut berbagai jenis wacana sesuai sdengan sudut pandang dari mana wacana itu di lihat. Begitulah, pertama-tama di lihat adanya wacana lisan dan wacana tulis berkenaan dengan sarananya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis. Kemudian ada pembagian wacana prosa dan wacana puisi di lihat dari kegunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puistik.

Selanjutnya, wacana prosa ini di lihat dari penyampaian isinya di bedakan lagi menjadi wacana narasi, narasi eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan suatu topic atau hal ; wacana eksposisi bersifat memaparkan topic atau watak; wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan atau melarang; dan wacana argumentasi bersifat member argument atau alasan terhadap suatu hal. Masih terbuka adanya jenis wacana lain mengingat penggunakan bahasa sangat luas, yang mencakup berbagai segi kehidupan manusia.

Syarat Terbentuknya Wacana

Adapun persyaratan gramatikal dalam wacana dapat di penuhi atau dalam wacana itu sudah terbina yang di sebut  adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif , akan terciptalah kekoherensian yaitu isi wacana yang apik dan benar.

Kekohesifan itu dicapai dengan cara pengacuan dengan menggunakan kata ganti –nya mari kita lihat! Kalimat (1) adalah kalimat bebas, kalimat utama yang berisi pernyataan, bahwa sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat (2) adalah kalimat 3terikat, yang di kaitkan dengan kalimat (1) dengan menggunakan kata gantinya-nya pada kata ikannya dan telurnya yang jelas mencakup pada terubuk pada kalimat (1). Kalimat (3) juga di kaitkan dengan kalimat (1) dan kalimat (2) dengan menggunakan kata ganti -nya pada kata harga-nya yang juga jelas mencakup pada kata terbuk pada kalimat (1). Lalu, kalimat (4) merupakan kesimpulan terhadap pernyataan pada kalimat (1), (2) dan (3), yang di kaitkan dengan bantuan konjungsi antar kalimat makanya.

Kekohesifan wacana itu di lakukan dengan mengulang kata pembaharu pada kalimat (1) dengan kata pembaharuan pada kalimat (2); serta mengulang frase perubahan jiwa pada kalimat (2) perubahan pada kalimat (3). Adanya pengulangan unsure yang sama itu menyebabkan wacana itu menjadi kekoherens dan apik. Namun, pengulangan-pengulangan seperti di atas yang tampak kohesif, belum tentu menjamin terciptanya kekoherensian.  Jadi syarat terbentuknya wacana apabila adanya kohesif dan koherensi.

Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain adalah

1. Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian  kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraph. Dengan penggunaan konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebih eksplisit, dan akan menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi. Contohnya: Raja sakit. Permaisuri meninggal.

Pada contoh diatas, hubunngan antara kalimat pertama dengan kalimat kedua itu tidak jelas: apakah hubungan penambahan, apakah hubungan sebab dan akibat, atau hubungan kewaktuan. Hubungan menjadi jelas, misalnya diberi konjungsi, dan menjadi kalimat sebagai berikut:

  • Raja sakit dan pernaisuri meninggal.
  • Raja sakit karena permaisuri meninggal.
  • Raja sakit ketika permaisuri meninggal.
  • Raja sakit sebelum permaisuri meninggal
  • Raja sakit. Oleh karena itu, permaisuri meninggal.
  • Raja sakit, sedangkan permaisuri meninggal.

2. Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis. Dengan menggunakan kata ganti sebagai rujukan anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak perlu di ulang, melainkan dig anti dengan kata ganti itu. Maka oleh karena itu juga, kalimat-kalimat tersebut saling berhubungan.

3. Menggunakan ellipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. Dengan ellipsis, karena tidak di ulangnya bagian yang sama, maka wacana itu tampak menjadi lebih efektif, dan penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam wacana itu.

Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat juga di buat dengan bantuan berbagai aspek semantik. Caranya, antara lain:

  • Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana. Misalnya:
    a. Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.
    b. Saya datang anda pergi. Saya hadir, anda absen. Maka, mana mungkin kita bisa bicara.
  • Menggunakan hubungan generik-spesifik; atau sebaliknya spesifik-generik. Misalnya:
    a. Pemerintah berusaha menyediakan kendaraan umum sebanyak-banyaknya dan akan berupaya mengurangi mobil-mobil pribadi.
    b. Kuda itu jangan kau pacu terus. Binatang juga perlu beristirahat.
  • Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
    a. Dengan cepat di sambarnya tas wanita pejalan kaki itu. Bagai elang menyambar anak ayam.
    b. Lahap benar makanannya. Seperti orang yang sudah satu minggu tidak ketemu nasi.
  • Menggunakan hubungan sebab-akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atai isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
    a. Dia malas, dan sering kali bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak naik kelas.
    b. Pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernafas pun susah di dalam bus itu.
  • Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Misalnya:
    a. Semua anaknya di sekolahkan. Agar kelak tidak seperti dirinya.
    b. Banyak jembatan layang di bangun di Jakarta. Supaya kemacetan lalu lintas teratasi.
  • Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
    a. Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering di tuduh memacetkan lalu lintas.
    b. Kebakaran sering melanda Jakarta. Kalau dia datang si jago merah itu tidak kenal waktu, siang ataupun malam.

Ciri-ciri wacana

  • Dalam wacana perlu ada unsur-unsur susun atur menurut sabab, akibat, tempat, waktu, keutaamaan dan sebagainya.
  • Wacana harus mempunyai andaian dan inferensi. Maklumat pertama dalam wacana di gelar andaian manakala maklumat berikutnya disebut inferensi.
  • Setiap kata dalam wacana harus ada maklumat baru yang ada dalam kata sebelumnya.

Bentuk-bentuk Wacana

Berikut adalah 5 jenis wacana antara lain:

  1. Narasi
    Narasi merupakan sebuah rangkaian cerita yang didasarkan pada urutan suatu peristiwa atau kejadian. Narasi berbentuk narasi imajinatif seseorang dan narasi ekspositaris. Unsur-unsur dari narasi adalah tokoh, alur, kejadian, konflik, dan latar serta waktu, suasana dan tempat.
  2. Eksposisi
    Eksposisi merupakan sebuah karangan yang menjelaskan dan menerangkan karangan dengan terperinci yang tujuan agar memberikan sebuah informasi atau dapat memperluas ilmu dan pengetahuan bagi pembaca. Karangan eksposisi digunakan untuk karya ilmiah seperti untuk seminar, simposium , makalah-makalah, artikel ilmiah, atau penataran.
  3. Argumentasi
    Argumentasi merupakan karangan yang berisikan pendapat seorang atau ahli, sikap, maupun penilaian terhadap sesuatu disertai dengan bukti, alasan dan peryataan yang dapat diterima secara logis. Argumentasi bertujuan untuk menyakinkan bahwa itu benar atau salah.
  4. Deskripsi
    Deskripsi merupakan karangan yang menggambarkan sesuatu objek berdasarkan hasil dari pengamatan, perasaan, dan pengalaman dari penulis.
    Contoh Wacana Pendek :Terima kasih ! Sedah Mematikan Air Kran.
    Contoh Wacana Panjang: Dijual. Sangat butuh uang tunai segera. Sebuah Ruko, luas tanah 20 x 20 m persegi dan luas. Tidak melalui perantara. Minat hubungi 0821 6765 6765.

Keutuhan dalam Wacana

  • Kohesi

Kohesi merupkan hubungan antar kalimat dan paragraf, yang dapat menyebabkan kalimat dan paragraf tersebut menjadi satu kesatuan yang padu, sehingga menjadi sebuah wacana yang utuh. Wacana di atas menggunakan pola hubungan konjungsi, konjungsi merupakan kata hubung.

  • Koherensi

Koherensi merupakan keterkaitan antara kalimat yang sistematis. Keterkaitan tersebut yang mengakibatkan kamlimat menjadi terpadu.


Daftar Pustaka

  • Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta