Warisan atau Ahli Waris Berdasarkan Hukum Islam

Diposting pada

pengertian-warisan

Pengertian Warisan

Warisan berasal dari bahasa arab Al- miirats yang dapat di artikan berpindahnya sesuatu kepada oranglain (dari kaum ke kaum lainnya). Warisan adalah harta baik materi atau material yang di dipindahkan sebagai kepemilikan diberikan kepada ahli waris dari pewaris yang sudah meninggal.

Warisan adalah perkara yang penting bagi kehidupan Anda. Tidak hanya untuk diri pribadi, melainkan juga untuk anak cucu Anda kelak. Meskipun penting, seringkali perihal warisan ini menimbulkan berbagai permasalahan. Tidak heran, banyak juga orang yang putus tali persaudaraannya karena hak warisan. Permasalahan utamanya biasanya karena perbedaan pendapat mengenai kesetaraan dan keadilan. Meskipun aturan dan perhitungannya cukup rumit. Anda perlu memikirkannya dari sekarang dan jangan mencoba untuk menomorduakan perihal ini. Dikhawatirkan perihal warisan ini menjadi permasalahan besar yang muncul di masa depan. Untuk itu, Anda perlu mempelajari hukum waris di Indonesia. Anda pun dituntut untuk paham dan mengerti. Sehingga, saat terjadi pembagian, akan mencapai mufakat dan tidak adanya perselisihan dan omongan di belakang.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian dan Fungsi Bank beserta Menurut Para Ahli


Pengertian Hukum Waris

Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan kata lain,  mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat – akibatnya bagi ahli waris.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Zakat Perusahaan Beserta Menurut Hukum Islam


Hak dan Subjek Warisan

Yang Dapat Diwariskan

Pada asasnya, yang dapat diwariskan hanyalah hak – hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan saja. Kecuali, ada hak dan kewajiban dalam bidang hukum kekayaan yang tidak dapat diwariskan, yaitu Perjanjian kerja, hubungan kerja, keanggotaan perseroan, dan pemberian kuasa.

Subjek Hukum Waris

Subjek hukum waris adalah:

  1. Pewaris:
  2. meninggalkan harta
  3. Diduga meninggal dengan meninggalkan harta
  4. Ahli waris:
  5. Sudah lahir pada saat warisan terbuka (Pasal 863 KUHPer)

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian dan Tujuan Akhlak kepada Allah dan Makhluk


Syarat-syarat Pewarisan

  1. Pewaris meninggal dengan meninggalkan harta
  2. Antara pewaris dan ahli waris harus ada hubungan darah (untuk mewaris berdasarkan UU)
  3. Ahil waris harus patut mewaris (Pasal 838 KUHPer)

Pasal 838 KUHPer berisi :

  • Mereka yang telah dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris
  • Mereka yang karena putusan hakim secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap pada yang si meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat
  • Mereka yang dengan kekerasan telah mencegah si yang meninggal untuk mencabut wasiatnya
  • Mereka yang telah menggelapkan atau merusak wasiat dari si meninggal.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Aqiqah Dan Qurban Dalam Islam | Ayoksinau.com


Prinsip Umum Dalam Kewarisan

  1. Pewarisan terjadi karena meninggalnya pewaris dengan sejumlah harta
  2. Hak – hak dan kewajiban di bidang harta kekayaan “beralih” demi hukum. Pasal 833 KUHPer (Saisine)         menimbulkan hak menuntut (Heriditatis Petitio)
  3. Yang berhak mewaris menurut UU adalah mereka yang mempunyai hubungan darah (Pasal 832 KUHPer)
  4. Harta tidak boleh dibiarkan tidak terbagi
  5. Setiap orang cakap mewaris kecuali onwaardig berdasarkan Pasal 838 KUHPer

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian dan Macam Ideologi Beserta Pancasila sebagai Ideologi


Warisan dalam Al-Qur’an

Ahli Waris Orang yang berhak menerima warisan atau peninggalan orang yang meninggal Hubungan keluarga, pernikahan, atau memerdekakan hamba sahaya
Harta Warisan Bisa disebut dengan fara’id yang artinya (peninggalan) adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang sudah meningal. Bisa berupa uang, benda, atau material yang dibenarkan oleh syariat islam.
Pewaris Orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta semasa hidupnya. Dengan syurat wasiat, perkataan, atau pembagian menurut Al-quran.

Adapun yang berhak menjadi ahli waris atau menerima warisan dari pewaris menurut Al-Qur’an yaitu:

  1. Adanya hubungan darah, ada di surah QS. An-Nisa: 7, 11, 12, 33, dan 176.
  2. Hubungan pernikahan.
  3. Hubungan persaudaraan, ada di surah )QS. Al-Ahzab:6) didalamnya ditentukan oleh AL- Qur’an tidak lebih dari sepertiga harta pewaris.
  4. Hubungan kerabat walaupun tidak ada hubungan darah tetapi pernah berhijrah bersama, da di surah (QS. Al-Anfal: 75).

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian, Sifat dan Unsur Negara Terlengkap


Dasar Hukum Waris Islam

Adapun dasar hukum warisan dalam islam yang tentunya ada di Al-Quran dan ayat ayatnya yaitu:

  1. Surat An-Nisa’ ayat 7, yang artinya :
    “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan  ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”  (Joko Utama, Muhammad Faridh, Mashadi, Al-Qur’an Al Karim dan Terjemahnya, CV. Putra Toha Semarang, Semarang, hal.62. )
  2. Surat An-nisa’ ayat 8, yang artinya :
    “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.” (Ibid. )
  3. Surat An-Nisa’ ayat 11, yang artinya :
    “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (Tentang) orangtuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetpan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (Ibid.)
  4. Surat An-Nisa’ ayat 12, yang artinya
    “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah  dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah, dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja), atau saudara perempuan (seibu saja), maka bagian masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Ibid.)
  5. Surat An-Nisa’ ayat 33
    “Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) Kami telah menetapkan para ahli waris atas apa yang telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Ibid., hal.66.)
  6. Surat An-Nisa’ ayat 176, yang artinya :
    “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah : “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu) : Jika seseorang meningal dunia dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkanya dan saudara-saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Ibid., hal.84.)
  7. Surat Al-Baqarah ayat 180, yang artinya :
    “Diwajibkan atas kamu apabila sesorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara makruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang bertakwa.” (Ibid., hal.21. )
  8. Surat Al-Baqarah ayat 240, yang artinya :
    “Dan  orang-orang  yang  akan meninggal  dunia di  antaramu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk ister-isterinya (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka membuat yang makruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ibid., hal 31.)
  9. Surat Al-Azhab ayat 4, yang artinya :
    “Allah sekali-sekali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan isteri-isteri yang kamu zhihar itu sebagai ibu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).(Ibid., hal334)

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian dan Jenis Bisnis beserta Menurut Para Ahli


Kewenangan Memperoleh Hak Kewarisan

Dikala terjadi peristiwa kematian, seseorang yang meninggal dunia ada kemungkinan pada saat tersebut orang yang meninggal dunia tersebut memiliki harta. Kemudian ada ketentuan syariat bahwa orang yang telah meninggal tidak lagi dikenakan hak maupun kewajiban. Menurut ketentuan yang telag ditetapkan oleh syariat Islam disaat kematian telah terjadi perpindahan hak atas hak milik dengan sendirinya.

Dinilai dengan kenyataan sangat jarang sekali pewaris hanya memiliki ahli waris tunggal. Biasanya pewaris memiliki banyak ahli waris, seperti suami atau istri anak laki-laki maupun perempuan ayah serta ibu. Maka dalam hukum faraid telah ditentukan dalam al-Qur’an yang mencerminkan pembagian yang terinci bagian-bagianya.

Ada sisi individual dalam ketentuan Islam mengenai siapa berwenang memperoleh hak atas harta warisan. Dalam kitab fikih yang memperoleh hak waris dibagi dalam tiga sebab. Adapun sebab-sebab memperoleh hak kewarisan adalah:

  • Garis Keturunan
    Dalam Hukum hukum waris Islam orang yang berhak memperoleh harta warisan adalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris Yaitu: anak, saudara, ayah , ibu
  • Karena Ikatan Perkawinan
    Dalan hukum waris Islam yang berhak mendapatkan harta warisan berdsarkan berdasarkan ikatan perkawinan adalah: suami atau Istri
  • Wala
    Sebab mendapatkan kewarisan berdasarkan Wala’ul ataqadah adalah hubungan yang tercipta dari tindakan seseorang pemilik budak yang memerdekakan budaknya. Kemudaian bekas budak itu mati dan meninggalkan harta warisan maka orang yang telah memerdekakan budak tersebut berhak mendapat harta warisan dari budak yang dimerdekakan tersebut.
  • Wasiat
    Hak mendapatkan warisan dalam hukum Islam karena wasiat apabila sepanjang hidupnya ahliwaris telah membuat surat wasiat yang menyatakan bahwa orang tersebut berhak mendapat hak atas harta peninggalan setelah pewaris meninggal. Sedangkan jumlah bagian dari wasiat ini sangat dibatasi tidak boleh lebih dari 1/3 dari harta warisan setelah dikurangi semua beban dan biaya.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Karakteristik dan Peran Bank Syariah


Sebab Tidak Mendapat Harta Warisan

Sebab-sebab yang menjadi penghalang mendapatkan hak atas harta warisan yang telah disepakati oleh para ulama adalah:

  • Membunuh Pewaris

Berhubungan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abas maka para ulama sepakat bahwa membunuh pewaris adalah penghalang bagi ahli waris untuk mendapatkan harta warisan yang telah di tinggalkan orang yang dibunuh. Hadis tersebut berbunyi :

Dari Ibnu Abas Rasullulah SAW bersabda. Siapa membunuh seseorang maka ia tidak mewaris dari orang itu sekalipun tidak mempunyai ahli waris selainya. (HR al Baihagqiy).

Kecuali karena ada hadis didalam praktek ketika khalifah Umar bin Khatab RA memutuskan perkara kewarisan harta peninggalan Ibnu Qudmah, seorang ayah karena alasan membunuh maka ia tidak diberi bagian sama sekali.

Menurut Imam Syafi’i kriteria membunuh dalam hal sebagai penghalang memperoleh hak kewarisan adalah mutlak untuk semua tindakan baik sengaja maupun tidak disengaja. Tetapi menurut Imam Hanafi ada beberapa batasan tertentu sehingga diantara tidak mengakibatkan hilangnya menerima warisan diantaranya adalah: membunuh dengan tidak langsung, yang dilakukan tetapi mempunyai hak untuk membunuh, pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak atau karena terdesak.

Dalam kompilasi hukum Islam menyebuitkan dalam Pasal 173 bahwa hakim bisa memutuskan adanya halangan menjadi ahli waris antara lain sebagai berikut: Dipersalahkan secara fitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau lebih berat. Ketentuan ini tidak terdapat dalam literature Fikih secara persis tetapi ada yang berdekatan yaitu Kalau melihat pendapat dari Imam Malik beliau mengatakan bahwa pembunuhan yang menjadi mawali’ul iris harus ada dalam unsur yang bermaksud dengan sengaja dan permusuhan. Termasuk mereka yang menjadi saksi palsu

  • Berbeda Agama

Berbeda agama yang dimaksud dengan berbeda karena pewaris beragama Islam sedang yang menjadi ahli waris adalah kafir. Maka para ulama sepakat bahwa perbedaan agama menjadi penghalang, hal ini memakai dasar fari hadis Rasullilah SAW yang diriwayatkan Usamah. Dari Usamah bin Zaid dari nabi Nuhhammad SAW bersabda :

Bahwa Orang Islam itu tidak mewaris dari orang kafir dan orang kafir tidak mewaris tidak mewaris dari orang Islam

  • Murtad

Orang Murtad yang beralih agama yaitu yang meninggalkan agama Islam dengan kemaunya sendiri. Para ulama berpendapat menetapkan bahwa orang yang murtad, baik laki-laki maupun perempuan tidak berhak menerima warisan dari keluarganya yang beragama Islam. Demikian pula keluarga yang beragama Islam tidak berhak menerima warisan orang yang murtad.

  • Abu Zahra Muhammad: Ahkam Tirkat Wal Mawaris dikutip dari Achmad Khudzi , Sistem Asabah Dasar Pemindahan Hak Atas harta peninggalan, (Jakarta Raja Grafindo Persada) hal 27
  • Hasniah Hasan Hukum Waris dalam Islam ( Surabaya , PT Bina Ilmu 1997) Hal 16

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Hukum Islam Beserta Sumber dan Tujuan


Golongan Ahli Waris

Dalam hukum kewarisan Islam mengenal golongan Ahli waris yang ditinjau dari berbagai segi. Antara lain. Dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan ditinjau dari bagianya, dzawil furud dan dzawil asabah yang masing-masing bagianya ditetapkan dalam sistem pewarisan.

  • Golongan Ahli Waris Laki-laki

Di tinjau dari jenis kelamin laki-laki ahli waris berjumlah 14(empat belas) golingan yaitu:

  • Anak laki-laki
  • Cucu laki-laki ( anak laki-laki dari anak laki-laki)
  • Bapak
  • Kakek
  • Saudara laki-laki sekandung
  • Saudara laki-laki seibu
  • Saudara laki-laki sebapak
  • Anak laki-laki dari saudara laki-laki
  • Anak laki-laki dari saudara sebapak
  • Paman ( saudara laki-laki bapak yang sekandung)
  • Paman ( saudara laki-laki yang sebapak)
  • Anak laki-laki dari paman yang sebapak dengan bapak
  • Anak laki-laki dari paman yang sebapak dengan ayah
  • Suami

Apabila ahli waris tersebut semua ada maka yang berhak mendapatkan bagian dari harta peninggalan adalah hanya tiga saja yaitu:

  • Anak laki-laki
  • Bapak
  • Suami

Ditinjau Dari Jenis Kelamin Perempuan

Ditinjau dari jenis kelamin perempuan terdiri dari 9 golongan ahli waris yaitu:

  • Anak perempuan
  • Cucu perempuan
  •  Nenek( ibu dari bapak)
  • Nenek (ibu dari ibu)
  • Saudara perempuan sekandung
  • Saudara perempuan sebapak
  • Saudara perempuan seibu
  • Istri
  • Ibu

Apabila ahli waris semua ada m aka yang berhak memperoleh bagian dari harta peninggalan hanya 5 golongan saja yaitu:

  • Istri
  • Anak perempuan
  • Cucu perempuan dari dari anak laki-laki
  • Ibu
  • Saudara Perempuan Sekandung

Apabila semua ahli waris ada baik laki-laki maupun perempuan , maka yang berhak mendapatkan harta warisan adalah 5 golongan saja yitu:

  • Suami/ istri
  • Ibu
  • Bapak
  • Anak laki-laki
  • Anak perempuan.

Ditinjau Dari Hak dan Bagianya

Ditinjau dari hak dan bagianya para ahli waris mendapat bagian yang telah tertentu antara ahli waris golongan yang satu dengan golongan yang lainya. Adapun bagianya adalah:

a. Ahli waris yang mempunyai bagian ½ (seperdua) adalah :

  • Anak perempuan tunggal
  • Cucu perempuan tunggal yang sekandung dari anak laki-laki
  • Saudara perempuan tunggal yang sekandung dan sebapak
  • Suami jika istri tidak meninggalkan anak

b. Ahli waris yang mendapat bagian ¼ (seper empat) adalah:

  • Suami jika Meninggalkan anak
  • Istri Jika suami tidak meninggalkan anak

c. Ahli waris yang mendapat bagian 1/8 ( seper delapan) adalah :

  • Istri Jika Suami Meninggalkan anak

d. Ahli waris yang mendapat bagian 2/3 (dua pertiga) adalah:

  • Dua anak perempuan atau lebih
  • Dua cucu perempuan atau lebih
  • Dua saudara perempuan atau lebih yang seibu bapak atau sekandung
  • Dua orang saudara perempuan sebapak atau lebih

e. Ahli waris yang mendapat bagian 1/6 ( seper enam ) adalah :

  •  Ibu Jika anak nya meninggalkan anak atau cucu
  • Bapak jika anak meninggalkan anak
  • Nenek jika tidak ada ibu
  • Kakek jika tidak ada ayah
  • Kucu perempuan jika yang meninggal mempunyai anak tunggal
  • Seorang saudara yang seibu laki-laki atau perempuan

f. Ahli waris yang mendapat bagian 1/3 (seper tiga)

  • Ibu Jika yang meniggal tidak mempunyai anak
  • Dua saudara se ibu atau lebih

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian dan Prinsip Bank Syariah


Asabah dalam Warisan

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa ahli waris ada yang mendapat bagian tertentu dan ada yang tidak mendapat bagian tertentu yaitu. Bahkan tidak mendapat bagian apa-apa karena telah habis dibagi oleh golongan ahli waris dzawil furud yaitu golongan dzawil asabah. Ahli waris dfzawil asabah di bagi dalam 3 macam yaitu:

1. Asabah Binnafsihi
Yaitu ahli waris yang berhak mendapat semua sisa harta secara langsung dengan sendirinya, dia mendapat bagian bukan karena bersama dengan ahli waris yang lain. Asabah Binnafsihi ini berjumlah 12 Golongan yaitu:

  • Anak laki-laki
  • Cucu laki-laki
  • Bapak
  • Kakek
  • Saudara laki-laki sekandung
  • Saudara laki-laki sebapak
  • Anak saudara laki-laki sekandung
  • Anak saudara laki-laki sebapak
  • Paman ( saudara bapak sebapak)
  • Paman (saudara bapak sekandung)
  • Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak
  • Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak

Apabila ahli waris tersebut semuanya ada maka yang didahulukan yang dekat dengan yang meninggal.

2. Asabah Maal Ghair
Asabah Maal Ghair adalah ahli waris yang berhak menjadi asabah karena bersama-sama dengan ahli waris yang lain:

  • Saudara perempuan sekandung seorang atau lebih bersama anak perempuan atau bersama cucu perempuan
  • Saudara perempuan sebapak bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan

3. Asabah Bilghair
Asabah Bilghair adalah ahli waris yang berhak mendapat semua sisa harta karena bersama ahli waris lain yaitu:

  • Anak perempuan menjadi asabah karena ada saudara laki-laki atau bersama anak laki-laki
  • Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
  • Saudara perempuan sekandung menjadi asabah dengan sudara laki-laki sekandung
  • Saudara perempuan sebapak jika bersama dengan saudara nya yang laki-laki ditarik menjadi asabah.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Jenis Akad Dan Implementasi Dalam Organisasi Bisnis Islam (Lengkap)


Asas Hukum Kewarisan Islam

Yang menyangkut asas-asas hukum mkewarisan Islam dapat digali dari ayat-ayat hukum kewarisan serta sunah nabi Muhammad SAW. Asas-asas dapat diklasifikasikan sebagi berikut

  • Asas Ijbari

Secara etimologi “Ijbari” mengandung arti paksaan, yitu melakukan sesuatu diluar kehendak sendiri. Dalam hal hukum wearis berarti terjadinya peralihan harta seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup terjadi dengan sendirinya. Artinya tanpa adanya perbuatan hukum atau pernyataan kehendak dari pewaris. Dengan perkataan lain adanya kematian pewaris secara otomatis hatanya beralih kepada ahli warisnya.

Asas Ijbari ini dapat dilihat dari berbagai segi yaitu: 1 dari peralihan harta 2 dari segi jumlah harta yang beralih 3 dari segi kepada siapa harta itu akan beralih. Kententuan asas Ijbari ini dapat dilihat antara lain dalam ketentuan al-Qur’an surat An-Nisa ayat 7 yang menyelaskan bahwa: bagi seorang laki-laki maupun perempuan ada nasib dari harta peninggalan orang tuanya atau dari karib kerabatnya kata nasib dalam ayat tersebut dalam arti saham, bagian atau jatah dari harta peninggalan sipewaris.

  • Asas Bilateral

Yang dimaksud dengan asas bilateral dalam hukum kewarisan Islam adalah seseorang menerima hak kewarisan bersumber dari kedua belah pihak kerabat, yaitu dari garis keturunan perempuan maupun keturunan laki-laki. Asas bilateral ini secara tegas dapat di temui dalam ketentuan al-Qur’an surat An-Nisa ayat 7, 11, 12 dan 176 antara lain dalam ayat 7 dikemukakan bahwa seorang laki-laki berhak memperoleh warisan dari pihak ayahnya maupun ibunya. Begitu juga dengan perempuan mendapat warisan dari kedua belah pihak orang tuanya. Asas bilateral ini juga berlaku pula untuk kerabat garis kesamping ( yaitu melalui ayah dan ibu)

  • Asas Individual

Pengertian asas individual ini adalah: setiap ahli waris ( secara individu) berhak atas bagian yang didapatkan tanpa terikat kepada ahli waris lainya. Dengan demikian bagian yang diperoleh oleh ahli waris secara individu berhak mendapatkan semua harta yang telah menjadi bagianya. Ketentuan ini dapat dijumpai dalam ketentuan al-Qur’an surat An-Nisa ayat 7 yang mengemukakan bahwa bagian masing-masing ahli waris ditentukan secara individu.

  • Asas keadilan berimbang

Asas keadilan berimbang maksudnya adalah keseimbangan antara antara hak dengan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan kebutuhan dan kegunaan. Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa faktor jenis kelamin tidak menentukan dalam hak kewarisan. Dasar hukum asas ini adalah dalam ketentuan al-Qur’an surat An-Nisa ayat 7, 11, 12 dan 179.

  • Kewarisan Akibat Kematian

Hukum waris Islam memandang bahwa terjadinya peralihan harta hanya semata-mata karena adanya kematian. Dengan perkataan lain harta seseorang tidak dapat beralih apabila belum ada kematian. Apabila pewaris masih hidup maka peralihan harta tidak dapat dilakukan dengan pewarisan.