Pengertian Kebijakan Fiskal beserta Fungsi dan Jenisnya

Diposting pada

Pengertian-Kebijakan-Fiskal-beserta-Fungsi-dan-Jenisnya

Pengertian Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang otoritas utamanya berada di tangan pemerintah yang diwakili oleh KementerianKeuangan. Hal tersebut diatur dalam dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun2003 tentang Keuangan Negara, yang menyebutkan bahwa presiden memberikankuasa pengelolaan keuangan dan kekayaan negara kepada Menteri Keuanganselaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negarayang dipisahkan.

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.

Terdapat beberapa pengertian tentang kebijakan fiskal yang dapat kita temui. Definisi yang paling populer menyebutkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana dan kebijakan  yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Kebijakan Moneter, Sejarah Moneter Islam, Teori Permintaan Uang Lengkap


Kebijakan Fiskal Menurut Para Ahli

Beberapa pengertian kebijakan fiskal menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

  • Menurut SadonoSukirno, 2003. Kebijakan Fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi
  • Menurut Govil, 2009. Kebijakan fiskal didefinisikan sebagai pengelolaan anggaranpemerintah untuk mempengaruhi suatu perekonomian, termasuk kebijakanperpajakan yang dipungut dan dihimpun, pembayaran transfer, pembelian barangbarangdan jasa-jasa oleh pemerintah, serta ukuran defisit dan pembiayaananggaran, yang mencakup semua level pemerintahan
  • Menurut Tanzi, 1991. Kebijakan fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengelolapengeluaran dan perpajakan atau penggunaan instrumen-instrumen fiskal untukmempengaruhi bekerjanya sistem ekonomi agar memaksimumkan kesejahteraanekonomi
  • Menurut Samuel dan Nordhaus. Kebijakan fiskal sebagai proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran masyarakat dalam upaya menekan fluktuasi siklus bisnis, dan ikut berperan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, penggunaan tenaga kerja yang tinggi, bebas dari laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubah

Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat ahli di atas dapat kita simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.Singkatnya, kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yangterkait dengan penerimaan atau pengeluaran negara.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian dan Ciri Sistem Ekonomi Komando


Instrumen Kebijakan Fiskal

Instrumen kebijakan fiskal yang paling utama adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Pajak merupakan komponen penting dalam menentukan kondisi makroekonomi suatu negara. Mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi, jika pajak diturunkan maka kemampuan/daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya kenaikan tarif pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Diantara beberapa pilihan instrumen kebijakan fiskal yang lazim dilakukan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi makro antara lain:

  • Menaikkan atau menurunkan pajak rumah tangga
  • Mengatur pengeluaran pemerintah untuk pengusaha tertentu
  • Memberikan rangsangan fiskal (insentif atau subsidi) pada pengusaha tertentu

Instrumen kebijakan fiskal berupa penerimaan dan pengeluaran pemerintahtertuang dalam APBN sebagai suatu rencana operasi keuangan pemerintah.

  1. Peningkatan penerimaan karena perubahan tarif pajak akan berpengaruh padaekonomi,
  2. Pengeluaran pemerintah akan berpengaruh pada stimulasi pada perekonomianmelalui dampaknya terhadap sisi pengeluaran agregat,
  3. Politik anggaran (surplus, berimbang, atau defisit) sebagai respon atas suatukondisi,serta
  4. Strategi pembiayaan dan pengelolaan hutang.

Kebijakan fiskal dan kondisi APBN sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Kebijakan fiskal harus dapat berfungsi sebagai stabilisator bagi perekonomiandan atau bersifat kontra-siklis (countercyclical) yaitu:

  • Pada saat ekonomi sedang dalam masa boom, pemerintah dapat menjalankan Surplus Anggaran,
  • Sebaliknya, pada saat resesi/krisis, pemerintah dapat melakukan ekspansi fiskal melalui stimulus fiskal, dengan menjalankan Anggaran Defisit,

Sebagai Fiscal Policy Tools (Alat Kebijakan Fiskal), APBN yang sehat adalahAPBN yang berkesinambungan, yang ditunjukkan oleh:

  1. Defisit yang terkendali menuju seimbang atau surplus,
  2. Keseimbangan primer terjaga positif,serta
  3. Rasio yang cenderung menurun (benchmark rasio hutang terhadap PDBmenurut WEO: maksimal 60%).

Idealnya, APBN mempunyai perangkat penyesuaian otomatis terhadap siklus bisnis (automatic adjustment tools). APBN adalah instrumen fiskal utama yangdigunakan untuk mencapai kemakmuran rakyat melalui:

  • Penciptaan stabilitas ekonomi,
  • Penyediaan barang publik dan peningkatan kualitas pelayanan dasar,
  • Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja,
  • Perlindungan terhadap kelompok miskin, serta
  • Pengembangan ekonomi daerah melalui desentralisasi fiskal dalam rangka otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab (pertumbuhan yang inklusif).

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Produksi Dalam Islam, Pengertian Produksi, Faktor-Faktor Produksi, Prinsip-Prinsip Produksi Dalam Ekonomi Islam, dan Efisiensi Produksi (Lengkap)


Faktor Mempengaruhi Kebijakan Fiskal

APBN, termasuk jumlah besaran dan komposisinya, sangat dipengaruhioleh berbagai faktor, baik di bidang ekonomi, politik, maupun sosial. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam negeri (internal) maupun dari luar negeri (eksternal).

Faktor internaltersebut antara lain adalah:

  1. Arah dan strategi politik danpembangunan yang ingin dilakukan dalam mencapai tujuan bernegara yangberimplikasi pada kebijakan keuangan negara. Tujuan bernegara tercantumdalam UUD 1945. Terjemahan tujuan tersebut dijabarkan dalam arah dan strategi pembangunan nasional yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan JangkaPanjang (25 tahun) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)Nasional serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang menentukan prioritas, arahkebijakan nasional yang pada akhirnya menentukan komposisi belanja negara(APBN).

  2. Perkembangan dan kinerja perekonomian nasional yangmenggambarkan potensi, kapasitas dan struktur penerimaan negara. Penerimaanpajak suatu negara akan meningkat dengan berkembangnya perekonomian dansering diukur dengan rasio penerimaan pajak terhadap perekonomian yang diukurdengan Produk Domestik Bruto.


  3. Kemampuan perencanaan, pengelolaan,dan pengendalian belanja negara. Hal ini berkaitan dengan politik anggaran danmasalah serta kualitas birokrasi. Belanja negara yang dilandasi suatu pilihanpolitik tertentu akan menyebabkan pola dan alokasi anggaran yang berbeda-beda. Belanja negara cenderung terus meningkat setiap tahun, namun apabiladialokasikan pada proritas belanja yang tidak tepat misalnya untuk membiayaipembangunan-pembangunan yang tidak sesuai kebutuhan rakyat danperekonomian, maka akan berdampak sangat kecil/minimal terhadapkesejahteraan rakyat. Belanja yang besar dapat juga digerogoti oleh birokrasi baikdalam bentuk kebocoran maupun ketidak-efisienan, sehingga tidak akanmenghasilkan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat keseluruhan.


  4. Kemampuan pengelolaan pembiayaan anggaran. Bila suatu negara memiliki APBNyang surplus, maka masalah pembiayaan adalah bagaimana dilakukanpengelolaan dan pemanfaatan surplus anggaran terutama untuk tujuan antisipasikebutuhan negara di masa depan. Di negara-negara maju, kebutuhan negaramasa depan dikaitkan dengan kondisi demografi (penduduk) yang semakindidominasi oleh kelompok usia tua, sehingga diperkirakan akan memakananggaran pelayanan kesehatan dan menjaga kesejahteraan hari tua yang semakintinggi. Sedang bila negara mengalami APBN defisit, maka tantangan terbesaradalah bagaimana mendapatkan pembiayaan anggaran yang paling beresiko keciltermasuk jatuh tempo utang yang berdurasi panjang dan berbiaya (beban bungautang) rendah. Hal ini sangat ditentukan oleh akses pembiayaan (utang) baik dariberasal dari dalam negeri (pasar obligasi/surat utang domestik) maupuninternasional. Akses tersebut ditentukan oleh tingkat perkembangan pasar suratberharga (obligasi), peringkat (rating), dan tingkat resiko dari negara tersebut.Risiko suatu negara ditentukan oleh seluruh kualitas APBN, baik dari segi jumlah, komposisi penerimaan, tingkat utang dan jatuh tempo, dan keseluruhan aspek pengelolaan resiko dan beban baik yang langsung maupun yang bersifatkemungkinan (kontinjensi). Negara yang memiliki tingkat hutang tinggi, sertakondisi politik yang cenderung tidak stabil dan terus mengakibatkan belanjanegara yang berlebihan dan tidak hati-hati, serta memiliki kualitas birokrasi yangburuk, akan dipersepsikan memiliki resiko gagal (tidak mampu) mengelolaanggaran dan utangnya. Dengan demikian peringkat utang negara ini menjadiburuk (non-investment grade), dan berakibat pada akses untuk mendapatpembiayaan menjadi sulit atau sangat mahal, sehingga makin mempersulit kondisi dan porspek perbaikan pengelolaan ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya.


  5. Faktor-faktor non-ekonomi seperti terjadinya bencana alam, perubahaniklim, gejolak politik atau sosial, gangguan keamanan dan terorisme, sertaterjadinya perang. Faktor-faktor tersebut selain akan menyebabkan pendapatannegara menurun karena aktivitas perekonomian akan sangat terganggu ataubahkan berhenti, juga akan menyebabkan belanja negara melonjak untukpenanganan masalah. Dengan demikian APBN akan mengalami beban ganda.

Sementara itu, faktor eksternal penting yang juga turut berdampak padaperkembangan APBN Indonesia di antaranya meliputi perkembangan kondisiekonomi global, pergerakan nilai tukar rupiah dan antar-mata uang asing(khususnya mata uang kuat dunia yang menjadi mitra dagang utama dankerjasama ekonomi dengan Indonesia), harga minyak mentah di pasarinternasional, serta tingkat bunga internasional.


Selanjutnya, karena isi, komposisi, dan nilai dalam APBN sangatdipengaruhi oleh struktur dan kemajuan perekonomian suatu negara, makaperkembangan APBN sebenarnya mencerminkan secara langsung kondisi dankeadaan ekonomi suatu negara. Salah satu indikator untuk melihat perkembangan APBN dari tahun ketahun adalah dari segi defisit/surplus anggaran. Data menunjukkan bahwapada sebagian besar periode pemerintahan orde baru APBN sebenarnya mengalami defisit, kecuali pada kurun waktu lima tahun menjelang krisis (1998) APBN Indonesia sempat mengalami surplus. Defisit tertinggi terjadi pada tahun 1975/1976 sekitar 3,2% terhadap PDB dan tahun 1986/1987 sekitar 3,3% terhadap PDB. Sedangkan defisit terendah terjadi pada tahun 1978/1979 sekitar 0,09% terhadap PDB. Pada kurun waktu lima tahun sebelum krisis, APBN mengalami surplus rata-rata 2,0% terhadap PDB. Pada saat krisis berlangsung, APBN kembali menjadi defisit karena APBN menanggung beban sangat berat biaya pemulihan dan penyehatan sektor perbankan dan untuk menciptakan stimulus fiskal dalam rangka pemulihan ekonomi. Namun demikian, defisit anggaran sejak tahun 1998/2000 terus menurun, yaitu dari 4% terhadap PDB menjadi hanya 1,2% terhadap PDB tahun 2004.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian dan Tujuan Pembangunan Ekonomi


Jenis Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal yang Disengaja (discretionary)

Kebijakan fiskal yang disengaja adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi tingkat naik turunnya kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu (gelombang konjungtur), dengan memanipulasi anggaran belanja secara sengaja, baik melalui pengubahan perpajakan atau pengubahan pengeluaran pemerintah. Dengan usaha ini dapat terlihat seberapa jauh peranan pemerintah dalam melakukan campur tangannya dalam pengaturan jalannya roda perekonomian.


Kebijakan Fiskal Pasif (automatic stabilizers atau built-in stabilizer)

Kebijakan pasif adalah  kebijakan yang erat kaitannya dengan penerapan berbagai pajak. Perubahan-perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan atau penerimaan pajak yang merupakan hasil dari fleksibilitas otomatis dari sistem fiskal. Sebagai misal, ketika pendapatan menurun dan perekonomian berada dalam resesi, penerimaan pajak secara otomatis menurun dan pengeluaran pemerintah untuk kompensasi pengangguran secara otomatis meningkat.


Dari sudut ekonomi makro, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan fiskal kontraktif.

1. Kebijakan fiskal ekspansif Kebijakan fiskal ekspansif
adalah kebijakan menaikkan belanja negara dan menurunkan tingkat pajak netto. Kebijakan ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan fiskal ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi. Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y), adapun mekanisme peningkatan pengeluaran pemerintah ataupun penurunan pajak (T) terhadap output adalah sebagai berikut, pada gambardi atas dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (?G) naik atau selisih pajak (?T) turun maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat keatas sehingga pendapatan akan naik dari (Y1) menjadi (Yf). Dampak kebijakan fiskal ekspansif terhadap pendapatan, tingkat bunga dan nilai tukar bergantung pada apakah kebijakan dilakukan secara permanen atau temporer. Kebijakan fiskal ekspan sifakan efektif jika dilakukan secara temporer, dan kurang efektif untuk meningkatkan pendapatan jika kebijakan dilakukan secara permanen (Yarbrough & Yarbrough, 2002).


2. Kebijakan fiskal kontraktif Kebijakan fiskal kontraktif
adalah kebijakan untuk menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. Kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.  Adapun mekanisme penurunan pengeluaran pemerintah (G) ataupun kenaikan pajak (T) terhadap output (Y) adalah sebagai berikut: Pada gambar dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (?G) turun atau selisih pajak (?T) naik maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat kebawah sehingga Pendapatan akan turun dari (Y1) menjadi (Yf).


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Ekonomi & Faktornya | Ayoksinau.com


Jenis Pembiayaan Dalam Kebijakan Fiskal

Banyak kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi kelesuan ekonomi negara. Dewasa ini pemerintah mengadakan deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang dengan tujuan memperbaiki keadaan ekonomi agar tercapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Kebijakan deregulasi dan debirokratisasi merupakan bagian dari kebijakan fiskal pemerintah. Secara umum kebijakan fiskal dapat ditempuh dengan empat jenis pembiayaan, yaitu sebagai berikut:


Pembiayaan Fungsional (functional finance)

Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance), adalah kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat berbagai akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional dan bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja. Pembiayaan pengeluaran pemerintah ditentukan sedemikian rupa sehingga tidak berpengaruh langsung terhadap pendapatan nasional. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja (employement). Penerimaan pemerintah dari sektor pajak bukan ditujukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah tetapi bertujuan untuk mengatur pengeluaran pihak swasta. Oleh karena itu dalam hal terjadi pengangguran, penerimaan pajak tidak terlalu diperlukan. Sedangkan untuk menekan inflasi diatasi dengan kebijakan pinjaman. Jika sektor pajak dan pinjaman tidak berhasil, tindakan lain yang dapat dilakukan pemerintah adalah mencetak uang. Jadi dalam hal ini sektor pajak dengan pengeluaran pemerintah menjadi satu hal yang terpisah.


Pengelolaan Anggaran (the finance budget approach)

Kebijakan pengelolaan anggaran (the finance budget approach), adalah kebijakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan pinjaman untuk mencapai stabilitas ekonomi yang mantap. Penerimaan dan pengeluaran pemerintah dari perpajakan dan pinjaman adalah satu paket yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka menciptakan kestabilan ekonomi. Kemudian dalam pengelolaan anggaran dibutuhkan anggaran berimbang dengan perumusan jika terjadi depresi, maka ditempuh anggaran defisit. Jika terjadi inflasi maka ditempuh anggaran surplus.


Stabilisasi Anggaran Otomatis (the stabilizing budget)

Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget), adalah kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program. Tujuan kebijakan ini adalah agar terjadi penghematan dalam pengeluaran pemerintah. Dalam stabilisasi anggaran ini, diharapkan terdapat keeimbangan antara penerimaan dan pengeluaran tanpa campur tangan pemerintah yang disengaja. Dengan stabilisasi anggaran ini, pengeluaran pemerintah lebih ditekan pada asas manfaat dan biaya relatif dari berbagi program. Pajak ditetapkan sedemikian rupa sehingga terdapat anggaran belanja surplus dalam kesempatan kerja penuh.


Anggaran Belanja Seimbang

Cara yang diberlakukan dalam hal ini adalah anggaran yang disesuaikan dengan keadaan (managed budget). Tujuannya adalah tercapainya anggaran berimbang dalam jangka panjang. Dalam keadaan terpaksa, seperti ketika terjadi ketidakstabilan ekonomi, ditempuh anggaran defisit. Sedangkan pada masa inflasi ditempuh anggaran surplus.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Ekonomi Makro dan Mikro beserta Contoh


Kebijakan Fiskal dalam Politik Anggaran

Kebijakan anggaran atau biasa disebut politik anggaran lazim digunakan pemerintah suatu negara dalam menjalankan kebijakan fiskal. Kebijakan masing-masing negara bisa berbeda tergantung pada keadaan dan arahyang akan dicapai dalam jangka pendek maupun jangka panjangnya. Berikut adalah macam-macam anggaran yang biasa ditempuh beberapa negara dalam mencapai manfaat tertinggi dalam mengelola anggaran, antara lain:


Anggaran Berimbang (Balanced Budget)

Anggaran berimbang terjadi bilamana pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin anggaran karena pengeluaran tidak boleh dilaksanakan melebihi penerimaan. Pada anggaran berimbang, diusahakan agar pengeluaran (belanja) dan pendapatan atau penerimaan sama. Keadaan seperti ini dapat menstabilkan ekonomi dan anggaran. Dalam hal ini, pengeluaran disesuaikan dengan kemampuan keuangan suatu negara.

Fokus kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Jadi topik utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak serta pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi hal-hal seperti permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi, pola persebaran sumberdaya serta distribusi pendapatan. Kebijakan ini kurang lebih serupa dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.


Anggaran Surplus (Surplus Budget)

Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif. Pada anggaran surplus, tidak semua penerimaan dibelanjakan, sehingga terdapat tabungan pemerintah. Asas ini tepat digunakan jika keadaan ekonomi sedang mengalami inflasi. Pendekatan dalam anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukanlebih besar daripada pengeluarannya. Politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.


Anggaran Defisit (Defisit Budget)

Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif. Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang dalam kondisi resesi.

Pada anggaran defisit, anggaran disusun sedemikian rupa sehingga pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. Anggaran defisit dapat memicu inflasi karena untuk menutup defisit harus dilakukan dengan mengajukan pinjaman/ utang LN atau mencetak uang.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Hak dan Kewajiban Masyarakat Negara Indonesia Menurut UUD 1945


Fungsi dan Tujuan Kebijakan Fiskal

Tujuan yang ingin dicapai melalui kebijakan fiskal adalahterciptanya stabilitas ekonomi yang lebih mantap. Artinya secara nasional laju pertumbuhan ekonomi yang layak tetap dapat dipertahankantanpa adanya angka pengangguran yangsignifikan serta tetap menjaga stabilitas harga. Kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki keadaan ekonomi, mengusahakan kesempatan kerja (mengurangi pengangguran), dan menjaga kestabilan harga-harga secara umum. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran konsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional (Y) serta tingkat kesempatan kerja (N).

Kebijakan fiskal juga merupakan salah satu paket tindakan pemerintah di bidang pengeluaran dan penerimaan keuangan negara. Dengan kata lain kebijakan fiskal mengusahakan peningkatan penerimaan pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara menyesuaikan pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Pencegahan timbulnya pengangguran merupakan tujuan yangpaling utama dari kebijakan fiskal karena perekonomiansuatu negara dapat mencapai laju pertumbuhan yang dikehendaki melaluitingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment). Full employmentdapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menunjukkanseluruh angkatan kerja memperoleh pekerjaan. Kondisi ini dapat terwujudbila pemerintah mampu menambah lapangan kerja melalui berbagai kebijakan sehinggadapat menampung seluruh tenaga kerja yang tersedia. Kebijakan yang dilakukanpemerintah untuk mencapai kondisi full employment antara lain dengan mengundang investorasing untuk berinvestasi di Indonesia. Dari dalam negeri, pemerintahmenambah pengeluaran untuk membuka lapangan kerja padat karyamelalui proyek-proyek pembangunan infrastruktur fisik. Sementara di bidang moneter, bank sentral dapat menerbitkan regulasi yang memudahkan pengajuan kredit usaha dan penentuan suku bunga yang kondusif bagi dunia usaha.

Dengan berbagai tujuan tersebut, maka secara bersamaan terdapat kebijakan fiskal jangka pendek atau stabilisasi, dan kebijakan fiskal jangkapanjang. Hal ini terutama karena di dalam kenyataan, kebanyakan dari langkah-langkahkebijakan fiskal jangka pendek juga mempunyai konsekuensi jangkapanjang, dan dengan cara yang sama berbagai langkah kebijakan fiskal jangkapanjang juga mempunyai implikasi-implikasi jangka pendek. Berdasarkan berbagai tujuan tersebut, terdapat tiga aktivitas utama dari otoritas fiskal yangmencerminkan fungsi-fungsi spesifik dari kebijakan fiskal. Ketiga fungsi spesifikdari kebijakan fiskal itu adalah fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Namun demikian, fungsi kebijakan fiskal lebih jelas ketika meminimalisir volatilitasatau fluktuasi siklus bisnis, dimana fungsi “stabilisasi” sangat dibutuhkanperekonomian. Tujuan utama dari fungsi stabilisasi kebijakan fiskal adalahmemelihara tingkat pendapatan nasional aktual mendekati potensialnya. Dengantujuan seperti itu, maka “kebijakan stabilisasi” seringkali dimaknai sebagaimanipulasi dari permintaan agregat agar pada saat yang sama mencapai fullemployment dan stabilitas harga (price stability).Dalam kerangka fungsi stabilisasi tersebut diatas, kebijakan fiskaldipandang sebagai alat yang sangat ampuh dalam membantu memperkecil siklusbisnis. Mengingat sumber penyebab terjadinya fluktuasi ekonomi jangka pendekberasal dari guncangan permintaan agregat dan penawaran agregat, maka usahauntuk mengendalikan fluktuasi siklus bisnis seharusnya dilakukan dengan mengendalikan permintaan agregat dan penawaran agregat melalui berbagaiinstrumen kebijakan ekonomi makro, baik kebijakan moneter maupun kebijakanfiskal yang tepat. Kebijakan-kebijakan ini mempengaruhi siklus bisnis, sehinggasangat berpotensi menstabilkan perekonomian dari berbagai fluktuasi siklus bisnisjika dilaksanakan secara baik, tepat, akurat, dan prudent. Sebaliknya, jikakebijakan-kebijakan tersebut tidak dijalankan dan dikelola dengan baik, justru akandapat menciptakan masalah baru pada ketidakstabilan ekonomi yang bukan tidakmungkin bahkan akan lebih buruk lagi (Mankiw, 2007).

Secara singkat dapat kita simpulkan bahwa secara umum kebijkan fiskal bertujuan untuk:

  1. meningkatkan kesempatan kerja;
  2. meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan internasional;
  3. menanggulangi inflasi;
  4. meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) berserta Ciri dan Tujuan


Penerapan Kebijakan Fiskal Indonesia

Kebijakan Fiskal di Indonesia dari Waktu ke Waktu

Hingga saat ini kebijakan fiskal Indonesia masih menerapkan kebijakan defisit anggaran. Kebijakan defisit anggaran ditetapkan berdasarkan proyeksi realisasi penerimaannegara maupun rencana alokasi belanja negara. Penetapan defisit anggarantersebut tergantung pada kebijakan fiskal yang akan diambil Pemerintah bersama-samadengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).Kondisi defisit APBN terkait dengan arah kebijakan fiskal yangdisepakati untuk dicapai. Ketika kebijakan diarahkan untuk mencapai konsolidasifiskal, maka defisit APBN akan ditekan untuk tetap rendah, sementara apabilakebijakan diarahkan untuk memberikan stimulasi fiskal untuk mendorongperekonomian, maka defisit APBN akan cenderung lebih tinggi.


Dalam periode 2001-2004, kebijakan fiskal lebih diarahkan untuk konsolidasi fiskalguna mewujudkan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), dan ketahanan utang yang berkelanjutan (debt sustainability) sehingga defisit APBN cenderung menurun. Defisit anggaran berhasil ditekan dari 2,4 persen terhadap PDB padatahun 2001 menjadi 1,1 persen terhadap PDB pada tahun 2004. Dalam upaya memantapkan proses konsolidasi fiskal tersebut, prioritaskebijakan fiskal lebih diarahkan untuk:

  • peningkatan pendapatan negara,
  • mengendalikan dan mempertajam prioritas alokasi dan pemanfaatan anggaran belanja,
  • memperbaiki pengelolaan utang dan pembiayaan anggaran,
  • memperbaiki struktur penerimaan dan belanja negara,
  • memperbaikipengelolaan keuangan negara agar lebih efektif, efisien dan berkesinambungan.

Sementara itu, dalam periode 2005 s.d. saat ini, kebijakan fiskal lebih diarahkan untuk memberikan stimulus pada perekonomian dalam batas kemampuankeuangan negara dengan tetap menjaga ketahanan fiskal yang berkelanjutan,sehingga rasio defisit anggaran terhadap PDB meningkat dari 0,5 persen terhadapPDB pada tahun 2005 menjadi 2,1 persen terhadap PDB pada tahun 2008 Peningkatan rasio defisit terhadap PDB tersebut tetap memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yaitu jumlahkumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3,0 persen terhadap PDBtahun bersangkutan.
Adapun ringkasan kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah Indonesia pada tahun 2013 dan 2014 adalah sebagai berikut:


a. Tahun 2013
Kebijakan fiskal pada tahun 2013 diperkirakan masih akan tetap ekspansif, di mana belanja negara lebih besar dibandingkan pendapatan negara, yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Arah kebijakan fiskal yang sejalan dengan tema pembangunan nasional 2013 adalah “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang berkelanjutan melalui Upaya Penyehatan Fiskal”. Strategi untuk menjaga kesinambungan fiskal:

  • optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga iklim investasi, keberlanjutan dunia usaha, dan kelestarian lingkungan hidup
  • meningkatkan kualitas belanja negara melalui efisiensi belanja yang kurang produktif dan meningkatkan belanja infrastruktur untuk memacu pertumbuhan
  • menjaga defisit anggaran pada batas aman (di bawah 3 persen terhadap PDB)
  • menurunkan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang terkendali.

Pada 23 Agustus 2013 pemerintah meluncurkan dua jenis insentif fiskal dalam paket kebijakan ekonomi, yaitu:

  1. tambahan pengurangan pajak (additional deduction tax) kepada industri padat karya
  2. penghapusan PPN buku dan PPnBM untuk barang yang dianggap tidak mewah lagi

b. Tahun 2014
Arah kebijakan fiskal yang sejalan dengan tema pembangunan nasional 2014 adalah “Memperkuat Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif, Berkualitas, dan Berkelanjutan Melalui Pelaksanaan Kebijakan Fiskal yang Sehat dan Efektif”. Langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mendorong upaya akselerasi pertumbuhan ekonomi sekaligus perbaikan pemerataan hasil pembangunan nasional dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal, yaitu:

  • memberikan insentif fiskal untuk kegiatan ekonomi strategis
  • mendorong pembangunan infrastruktur
  • meningkatkan kinerja BUMN dalam mendukung pembangunan infrastruktur, pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah (KUMKM)
  • memanfaatkan utang untuk belanja produktif

Secara umum, kebijakan fiskal tahun 2014 masih bersifat ekspansif dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap mengendalikan defisit dalam batas aman.


Kebijakan Fiskal di Negara Lain

a. Jepang

  • Tahun anggaran dimulai pada 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya.
  • Pemerintah Jepang menggunakan tiga jenis anggaran, yaitu: General Account Budget, Special Account Budget, dan Goverment-Affiliated Agencies Budget. Kebijakan fiskal yang dilakukan pada tahun berjalan terangkum dalam General Account.
  • FILP (Fiscal Invesment and Loan Program) adalah sebuah sistem yang dibentuk untuk melaksanakan berbagai kebijakan fiskal dengan memanfaatkan sumber daya komersial yang dihimpun dari masyarakat.

b Perkembangan Kebijakan Fiskal di Jepang

  • Pasca perang dunia I – 1965
    Secara ketat Pemerintah Jepang menerapkan anggaran berimbang, yaitu jumlah pengeluaran sama persis dengan jumlah penerimaan.
  • 1965 – 1974
    Pemerintah Jepang tidak lagi menerapkan anggaran berimbang, karena pemerintah diperbolehkan menerbitkan obligasi untuk membangan sarana dan prasarana publik.
  • 1974 – 1980
    Karena peningkatan harga minyak pada tahun 1973 yang menyebabkan oli crisis, menyebabkan Pemerintah Jepang diperbolehkan menerbitkan deficit-financing bond.
  • 1980an – 1990an
    Karena rasio obligasi terhadap pengeluaran yang sudah begitu besar, Pemerintah Jepang mulai melakukan upaya-upaya mengurangi deficit-financing bond, yaitu dengan menerapkan batas anggaran untuk masing-masing sektor serta reformasi di bidang fiskal.
  • 1990an – 1996
    Ambruknya masa buble economy menyebabkan kelesuan dalam perekonomian. Upaya Pemerintah Jepang antara lain: penciptaan mega proyek dan pemotongan pajak secara signifikan, yang menyebabkan kembali memuncaknya penjualan obligasi pemerintah.
  • 1997 – 2000
    Krisis ekonomi membuat Pemerintah Jepang melakukan konsolidasi fiskal, yaitu menaikkan pajak pertambahan nilai, melakukan review, dan penghematan dari sisi pengeluaran.
  • 2001
    Merubah tujuan kebijakan fiskal dari pemulihan ekonomi menjadi reformasi struktural.
  • 2005 – 2008
    Obligasi masih mempunyai peran relative besar terhadap penerimaan negara, namun penerimaan pajak mulai menunjukkan trend peningkatan.
  • 2013
    Perekonomian Jepang telah pulih. Langkah yang telah diambil adalah penerapan kebijakan fiskal yang fleksibel, agresifitas moneter dan reformasi struktural. Contoh: memberikan stimulus kepada perusahaan Jepang.

Daftar Pustaka

  • Sadono Sukirno. Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persaja. 1994.
  • Case, Fair, Oster. Principles of Macroeconomics. Ninth Edition. New Jersey: Pearson Education. 2002.
  • Noor Cholis Madjid, Kebijakan Fiskal dan Penyusunan APBN. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Anggaran dan Perbendaharaan, BPPK, Kementerian Keuangan. 2012.
  • Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014.
  • Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013.
  • Macroeconomic Dashboard Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada. Indonesia Economic Review and Outlook. No 3/Tahun II/September 2013.